Pajak yang Boleh Dipungut Instansi Pemerintah kepada Perusahaan Non PKP

ilustrasi perpajakan

SOLUSINEWS.ID – PKP adalah singkatan dari Pengusaha/perusahaan Kena Pajak (PKP) yang sering dipakai dalam dunia perpajakan.

Sebelum membahas tentang ketentuan perpajakan bagi perusahaan non-PKP, perlu diketahui lebih jelas tentang apa itu PKP.

Berdasarkan penjelasan Direktorat Jenderal Pajak, PKP adalah seluruh pengusaha yang omzetnya melebihi Rp 4,8 miliar pada satu tahun buku.

Dalam kata lain, bila pengusaha atau perusahaan yang omzetnya mencapai sesuai jumlah tersebut dalam setahun maka wajib mendaftarkan dirinya sebagai PKP.

Bacaan Lainnya

Sedangkan pengusaha yang omzetnya dibawah Rp 4,8 miliar digolongkan sebagai perusahaan kecil atau non-PKP, sehingga tidak diwajibkan, namun bisa memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP pula.

Hal itu sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan No 197/PMK 03/2013 tentang Perubahan atas peraturan Menteri Keuangan Nomor 68/PMK.03/2010 Tentang Batasan Pengusaha Kecil Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

PPN adalah pemungutan atas pajak konsumsi yang dibayar sendiri sehubungan penyerahan Barang kena Pajak (BKP dan Jasa Kena Pajak (JKP).

Disadur dari pajakku.com, dalam dunia bisnis, pemasukan pengusaha belum tentu selalu stabil dan meningkat.

Terkadang ada beberapa kondisi seperti pandemi Covid-19 yang mengakibatkan penurunan omzet.

Bagi pengusaha yang omzetnya turun hingga di bawah Rp 4,8 miliar setahunnya, diperbolehkan untuk mengajukan permohonan pencabutan pengukuhan sebagai PKP.

Lalu apa ketentuan perpajakan bagi Perusahaan Non PKP ?

Badan usaha atau wajib pajak yang tergolong Non PKP adalah perusahaan yang belum dikukuhkan sebagai PKP dikarenakan ketentuan atau persayaratan yang belum bisa dipenuhi berdasarkan aturan perpajakan atau PMK No 197/PMK 03/2013.

Non PKP memiliki hak dan kewajiban yang berbeda dengan PKP. Perusahaan non-PKP tidak dibebankan kewajiban melakukan penyetoran maupun pelaporan atas PPN dan PPnBM terutang.

Meskipun dalam kegiatan usahanya melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP).

Perusahaan yang masih bertatus Non-PKP adalah perusahaan yang tergolong perusahaan kecil dan masih berkembang.

Olehnya jika terdapat perusahaan bertatus PKP yang bekerjasama dalam pengadaan BKP/JKP dengan non-PKP, maka non-PKP tidak dapat dipungut atau mengeluarkan faktur PPN atas transaksi tersebut.

Sebagai gantinya, non PKP membuat surat pernyataan Non PKP untuk disetor atau ditunjukkan kepada pengguna/pembeli BKP/JKP.

Perusahaan non-PKP yang karena omzetnya Rp 4,8 miliar ke bawah setiap tahun hanya dikenakan Pajak Penghasilan (PPh) Final sesuai ketentuan yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013.

PPh Final langsung dibayar sepenuhnya pada saat penghasilan diterima. Tujuannya agar proses perpajakannya lebih sederhana dan mengurangi beban administrasi pajak bagi perusahaan kecil (non PKP).

Rujukan PMK 59 Tahun 2022

Selain itu, pemungutan jenis pajak dalam transaksi dengan Non PKP dapat merujuk pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 59 Tahun 2022 yang berlaku sejak Mei 2022.

PMK 59 Tahun 2022 ini Tentang tata Cara Pendaftaran dan Penghapusan NPWP, Pengukuhan, Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, serta Pemotongan dan / atau Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak bagi Instansi Pemerintah.

Dalam peraturan tersebut dijelaskan bahwa untuk pembelian Barang Kena Pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP) di atas Rp 2 juta lah yang dipungut PPN oleh instansi pemerintah.

Pemungutan PPN tersebut hanya bisa dilakukan instansi pemerintah kepada Pengusaha Kena Pajak (PKP). Hal itu dilakukan agar bendahara memperoleh faktur pajak.

Sementara untuk transaksi di bawah Rp 2 juta, dikecualikan dari pemungutan pajak oleh bendahara.

Oleh karena itu, pengenaan pajak atas transaksi di bawah Rp 2 juta oleh bendahara dilakukan berdasarkan mekanisme umum.

Hal ini sebagaimana tertuang dalam Pasal 18 PMK 59/2022 poin 1 bagian a dan g yang berbunyi :

(1) PPN atau PPN dan PPnBM tidak dipungut oleh Instansi Pemerintah, dalam hal:

  • a. Pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah) tidak termasukjumlah PPN atau PPN dan PPnBM yang terutang, dan bukan merupakan pembayaran yang dipecah dari suatu transaksi yang nilai sebenarnya lebih dari Rp 2.000.000,00 (dua juta rupiah);
  • g. Pembayaran atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/ atau Jasa Kena Pajak yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan, mendapat fasilitas PPN tidak dipungut atau dibebaskan dari pengenaan PPN; …

Untuk melihat salinan lengkap dokumen PMK 59 Tahun 2022 dalam bentuk file pdf, klik DISINI.(*)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *