Bawaslu Makassar Serap Aspirasi Penyandang Disabilitas dalam Diskusi Hak Politik jelang Pemilu 2024

Bawaslu Kota Makassar menggelar kegiatan koordinasi penguatan pemahaman bagi disabilitas dengan tema Hak Politik Disabilitas di Aula Ruang Sidang Bawaslu Kota Makassar, Jalan Hertasning, Sabtu (24/9/2022).(*)

MAKASSAR, SOLUSINEWS.ID – Bawaslu Kota Makassar menggelar kegiatan koordinasi penguatan pemahaman bagi disabilitas dengan tema Hak Politik Disabilitas di Aula Ruang Sidang Bawaslu Kota Makassar, Jalan Let Jend Hertasning, Sabtu (24/9/2022).

Kegiatan ini guna menyamakan persepsi akan hak-hak politik disabilitas sebagai warga negara dan meningkatkan partisipasi pemilih disabilitas untuk mengawal penyelenggaraan Pemilu Tahun 2024 yang bersih, jujur dan adil.

Peserta yang diundang berasal dari komunitas dan organisasi disabilitas Unit Layanan Disabilitas Kota Makassar, Gerkatin Sulsel, HWDI Sulsel, PPDI Sulsel,

Ikatan Tuna Netra Muslim Makassar, Gerkatin Makassar, Pertuni Makassar, Kusta Perjuangan, Permata Makassar, Perdik Sulsel, dan Balla Inklusif.

Bacaan Lainnya

Ketua Bawaslu Kota Makassar, Abdillah Mustari, mengatakan ketika usia warga negara Indonesia telah mencapai 17 tahun keatas maka negara telah memberikan hak konstitusinya.

Bagi warga negara yang telah menginjak usia tersebut termasuk penyandang disabilitas telah memiliki pengalaman terhadap kepemiluan maupun pemilihan minimal sebagai pemilih di hari pemungutan suara.

Bawaslu Makassar Serap Aspirasi Penyandang Disabilitas dalam Diskusi Hak Politik jelang Pemilu 2024.(*)

“Kami berharap kepada bapak dan ibu untuk memberikan informasi kepada Bawaslu tentang pemilu atau pilkada selama ini apakah ada yang pernah mengalami kendala ketika tidak mendapatkan haknya untuk pemilu.

Karena bagi Bawaslu, satu warga negara yang dihalangi untuk memenuhi haknya maka itu menjadi persoalan besar bagi kami di Bawaslu,” paparnya.

Sementara Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar, Muhammad Haedir, dalam materinya menyampaikan isu pemenuhan akan Hak Asasi Manusia atau HAM.

Menurutnya hak asasi adalah hak yang melekat pada diri seseorang, termasuk diantaranya adalah hak politik seperti hak menyampaikan pendapat dimuka umum.

“Karena kita punya informasi sehingga kita punya kemampuan untuk memberikan pendapat dan masukan kritik dan lain- lain,” ujarnya.

Ia melajutkan bahwa antara hak-hak itu saling terkait sehingga satu saja hak itu yang hilang maka hak-hak yang lain berpotensi hilang juga.

“Di seluruh dunia ini kita punya hak diperlakukan sama. Tidak boleh ada perlakuan diskrimainatif bahkan dalam kondisi apapun seperti misalnya dalam perang seseorang tidak boleh diperbudak atau kondisi- kondisi lainnya,” lanjutnya.

Haedir mengakui ada persoalan yang selama ini dialami penyandang disabilitas bahwa masih ada memiliki hambatan-hambatan tertentu untuk memperoleh haknya terkait dalam urusan publik.

“Misalnya teman-teman tuna netra punya keterbatasan untuk melihat kertas suara. Bagaiman agar hak-hak disabiitas itu bisa sama dengan hak- hak yang non disabilitas. Bagaimana caranya ?” ungkapnya.

Ia memaparkan bahwa berdasarkan Pasal 28 H Ayat 2 UUD 1945 menyatakan kewajiban negara untuk menyiapkan segala hal terhadap disabilitas dalam rangka menyalurkan hak-hak politiknya.

“Kalau ada yang tidak mampu atau tidak sama kemampuannya untuk mencapai haknya maka dia diberikan kemudahan atau perlakukan khusus,” tambahnya.

Dicontohkan, disabilitas membutuhkan informasi tentang kepemiluan maka dibutuhkan penerjemah atau huruf braille di TPS maka negara wajib mengadakan kelengkapan terebut.

Di akhir kegiatan, Ketua Bawaslu Kota Makassar mengajak peserta berdiskusi untuk membangun kesepahaman yang lahir dari ide ataupun gagasan dari para penyandang disabilitas.

Hal itu terkait pemenuhan hak menjelang pemilu 2024 mendatang dengan mengangkat 4 isu yakni bentuk akses, kontrol, partisipasi, dan manfaat.

Beberapa masukan dari kegiatan tersebut diantaranya perlunya pendataan lebih awal terhadap penyadang disabilitas di lingkungan masing-masing sebelum pembuatan TPS agar kebutuhan serta kemudahan akses terhadap penyandang disabilitas saat di TPS terpenuhi.

Selain itu perlu dipikirkan tentang pelibatan kelompok disabilitas menjadi bagian dari pengawas Ad hoc pemilu apalagi saat ini masih dalam suasan pembentukan Panwaslu Kecamatan.(*)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *