Dalam kegelapan gua yang sunyi hanya senyap-senyap suara aliran air terdengar. Sebuah headlamp atau senter kepala yang digunakan Arif sesekali meneropong suasana dalam gua.
Saya memperhatikan bebatuan sekitar. Ada batu berwarna putih susu. Paling menyolok di antara batu lainnya yang terendam air di tepi sungai.
Warna dan pemukaannya licin mirip juga batu tawas. Saya mencoba menariknya ke atas tapi batu itu tak bergeming.
Ada lagi batu yang serupa di dekatnya, saya coba tarik tapi tak juga bergerak. Sepertinya batu putih itu melekat dengan bebatuan di lantai sungai.
Beberapa menit kemudian, kilatan lampu muncul dari seberang gua. Pak Amir rupanya sudah kembali bersama Eki dan Imran.
Terowongan Kembar
Kami pun kembali menuju arah mulut gua. Tiba di depan dua terowongan gua tadi, Imran melintas ke seberang lagi.
Ternyata dia mengecek sebuah lorong dalam gua. Saya pikir tidak ada lorong gua disitu karena ruangan gua di sekitar dua terowongan tadi begitu gelap.
Imran kemudian mengajak kami menyeberang dan masuk ke lorong gua tersebut. Sepertinya seluk beluk dalam gua Makkaraowe ini sudah lama diketahui Imran.
Di mulut lorong gua itu terdapat beberapa batang pohon berukuran besar yang menutup sebagian ruang masuk ke dalam gua.